“Lembaga Adat Wawonii di Era Modern”
Penulis: Oleh Muamar Mbeoga
Di tengah derasnya arus modernisasi, ketika layar kaca dan layar gawai kian merasuk ke ruang-ruang kehidupan, Lembaga Adat Wawonii (LAW) berdiri laksana mercusuar di tepi samudra. Ia menjaga cahaya warisan leluhur agar tak padam, sekaligus memberi arah di zaman yang terus berubah.
Adat bukan sekadar cerita lama yang terlipat dalam buku usang, melainkan roh kebersamaan yang menjiwai kehidupan masyarakat Wawonii. Dalam adat, tersimpan nilai persaudaraan, musyawarah, keadilan, dan penghormatan pada alam. Nilai-nilai itu justru semakin relevan ketika modernisasi kadang menjerumuskan manusia pada keterasingan, individualisme, dan keterputusan dari akar budaya.
Namun, tantangan bagi Lembaga Adat Wawonii hari ini tidaklah ringan. Modernisasi membawa dua wajah: di satu sisi membuka pintu kemajuan, pendidikan, teknologi, dan ekonomi; di sisi lain, ia bisa mengikis identitas, menggeser tatanan nilai, bahkan menyingkirkan kearifan lokal. Karena itu, peran LAW bukan sekadar “penjaga masa lalu,” tetapi juga arsitek masa depan: mampu menafsir ulang tradisi agar sesuai dengan kebutuhan zaman tanpa kehilangan ruhnya.
Lembaga Adat Wawonii perlu tampil sebagai jembatan antara warisan leluhur dan generasi muda, antara kebijaksanaan tradisi dan tantangan globalisasi. Misalnya, adat yang mengajarkan keseimbangan dengan alam dapat menjadi landasan menghadapi krisis lingkungan modern. Musyawarah adat bisa menjadi teladan dalam menyelesaikan konflik sosial yang kian kompleks. Bahkan dalam ruang digital, kearifan adat bisa dituturkan ulang, diwariskan dengan bahasa baru agar tetap hidup di hati generasi penerus.
Di era modern, LAW bukan hanya simbol, melainkan penjaga identitas, perekat sosial, dan sumber moralitas. Selama ia mampu adaptif, terbuka, dan tetap berpijak pada akar budaya, maka adat Wawonii tidak akan tenggelam, justru semakin bercahaya—menjadi pedoman di tengah gelombang zaman.